History of Islamic - Alhamdulillah di negeri kita tercinta Indonesia, syiar Islam sangat tampak secara umum. Perlu kita perhatikan bahwa syiar Islam bukan hanya potong tangan dan hukum cambuk saja, akan tetapi syiar Islam juga berupa ibadah-ibadah yang kita lakukan sehari-hari seperti adzan dan laki-laki datang ke masjid memenuhi panggilan Allah. Jilbab juga termasuk syariat Islam yang perlu kita perjuangankan dan tegakkan. Mari kita tegakkan syariat dan syiar Islam dimulai dari yang sederhana dahulu, dimulai dari diri kita, keluarga dan lingkungan di sekitar kita dan semoga semua masyarakat muslim bisa melaksanakan syariat Islam dengan sempurna.
Adzan adalah syiar agama Islam. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
وإن شعار الدين الحنيف هو: الأذان المتضمن للإعلان بذكر الله، الذي به تفتح أبواب السماء، فتهرب الشياطين، وتنزل الرحمة
“Di antara syi’ar-syi’ar agama yang hanif ini adalah adzan yang mengandung pengumuman untuk berdzikir (mengingat) Allah ta’ala. Dengan adzan ini, terbuka pintu-pintu langit, para setan lari terbirit-birit dan turun rahmat (ketenangan)” (Al-Iqtidha Shiratil Mustaqim hal. 218).
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda,
إذا نُودِيَ بالصلاةِ فُتحتْ أبوابُ السماءِ ، واسْتُجيبَ الدعاءُ
“Jika adzan untuk shalat dikumandangkan, maka pintu-pintu langit dibuka, dan doa-doa dikabulkan” (HR. Ath-Thayalisi, Silsilah Ash Shahihah no. 1413).
Bahkan ketika kita sendiri saja, tetap disyariatkan adzan karena memang adzan merupakan syariat dan syiar Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَ الرَّجُلُ بِأَرْضٍ قِيٍّ، فَحَانَتِ الصَّلاَةُ فَلْيَتَوَضَّأْ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَاءً فَلْيَتَيَمَّمْ، فَإِنْ أَقَامَ صَلَّى مَعَهُ مَلَكَاهُ، وَإِنْ أَذَّنَ وَأَقَامَ صَلَّى خَلْفَهُ مِنْ جُنُوْدِ اللهِ مَا لاَ يُرَى طَرْفاَهُ
“Bila seseorang berada di tanah yang tandus tidak berpenghuni lalu datang waktu shalat, ia pun berwudhu dan bila tidak beroleh air ia bertayammum. Jika ia menyerukan iqamah untuk shalat akan shalat bersamanya dua malaikat yang menyertainya. Jika ia adzan dan iqamah maka akan shalat di belakangnya tentara-tentara Allah yang tidak dapat terlihat dua ujungnya” (HR. Abdurrazzaq dengan sanad shahih)
Dalam riwayat yang lainnya, tetap melakukan adzan ketika sedang mengembala.
Dari Abdurrahman Abdullah bin Abdurrahkan bin Abi Sha’sha’ah Al-Anshari dari ayahnya, beliau mengabarkan bahwa Abu Said Al-Khudri mengatakan kepadanya,
إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلا شَيْءٌ إِلا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ : سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sungguh aku melihat engkau senang menggembala kambing dan hidup di pedesaan. Kalau engkau di tempat (gembala) kambing atau desa, lalu engkau azan untuk shalat, maka tinggikan suaramu ketika azan. Karena jin dan manusia atau sesuatu apapun yang mendengar suara muazin, akan menjadi saksi di hari kiamat.’ Abu Said mengatakan, ‘Saya mendengarkannya dari Rasulullah sallahu’alaihi wa sallam” (HR. Bukhari).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Ustaimin menjelaskan bahwa hukum adzan dan iqamah ketika sendiri adalah sunnah sedangkan ketika banyak orang hukumnya fardhu. Beliau berkata,
الأذان والإقامة للمنفرد سنة ، وليسا بواجب
“Adzan dan iqamah bagi orang yang hanya sendiri hukumnya adalah sunnah bukan wajib” (Fatwa Syaikh AL-‘Utsaimin 12/161).
Bahkan yang benar-benar menunjukkan adzan merupakan syiar kaum muslimin adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyerang suatu daerah jika terdengar adzan.
Dari Anas bin Malik beliau berkata,
كان رسول الله صلي الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ وَكَانَ يَسْتَمِعُ اْلأَذَانَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ وَإِلاَّ أَغَارَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerang (suatu kaum) ketika terbit fajar. Dan Beliau memperhatikan adzan. Apabila Beliau mendengar, maka Beliau menahan. Dan bila tidak (mendengar), maka Beliau menyerang” (HR Muslim).
Dalam keadaaan perang saja, adzan tetap harus ditegakkan dan dilaksanakan shalat berjamaah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةُُ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلِيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَى أَن تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu” (An-Nisa’ 102).
Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,
ففي أمر الله بإقامة الجماعة في حال الخوف : دليل على أن ذلك في حال الأمن أوجب
“Perintah Allah untuk tetap menegakkan shalat jamaah ketika takut (perang) adalah dalil bahwa shalat berjamaah ketika kondisi aman lebih wajib lagi” (Al- Ausath 4/135).
No comments:
Post a Comment