Sunday, March 25, 2018

Diam Terhadap Penyimpangan Merupakan Mudahanah

Tentang Mudahanah

History of Islamic - Mudahanah artinya bermuamalah dengan orang fasiq, menampakkan keridhaan tanpa menunjukkan pengingkaran (Fathul Bari libni Hajar; 10/528). Sebagian ulama juga mendefisikan mudahanah adalah mengorbankan agama demi kemaslahatan dunia (Fathul Bari libni Hajar, 10/545).

Allah Ta'ala berfirman :

وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ

"Maka mereka menginginkan supaya kamu ber-mudahanan (mengorbankan agama) lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)" (QS. Al Qalam : 9).

(Ber-mudahanan) dalam agama tidak diperbolehkan. Rasulullah shallallahu wa sallam ketika membuat perjanjian dengan Yahudi tujuannya agar tidak terjadi perbuatan melampaui batas antar masyarakat. Bukan dalam rangka ridha terhadap agama mereka sama sekali. Tidak mungkin Rasulullah shalllalhu 'alaihi wa sallam ridha terhadap agama mereka. Dan yang ada sebutkan ini, yaitu sikap ridha terhadap agama mereka. Dan yang anda sebutkan ini, yaitu sikap ridha terhadap penyimpangan mereka adalah kebatilan.

Membuat perjanjian dengan cara demikian (yaitu untuk tidak membahas pemyimpangan mereka) ini hakekatnya adalah mudahanah. Tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk ber-mudahanah dalam perkara agama. Bahkan wajib untuk menjelaskan kebenaran apapun keadaannya.

Namun yang dibolehkan dalam rangka maslahah adalah tidak memulai dakwah dengan pengingkaran. Mulailah dengan memberikan penjelasan-penjelasan perkara yang dibenarkan dalam agama.

Misalnya, jika ingin membahas masalah istiwa sebagaimana anda sebutkan, maka mulailah dengan membahas makna istiwa, membahas hakekat istiwa, tanpa menyebutkan bahwa ada sekelompok orang yang menyimpang dalam menafsirkan istiwa. Baru dijelaskan ketika orang-orang sudah memahami dengan benar (dasar-dasarnya), dan ketika mereka sudah mengenal al haq, maka ketika itu akan mudah bagi mereka untuk berpindah dari kebatilan kepada al haq.